#30 | Wonderful Life - Amalia Prabowo



Wonderful Life
Penulis: Amalia Prabowo
Penerbit: Penerbit POP
Tebal: 177 halaman
Cetakan: April 2015
ISBN: 9789799108548


“Sen… dok, Qil.”

“Nes… dok.”

“Sendok....”

“Nesdok....”

Jalan hidup Amalia Prabowo terasa runtuh ketika tahu Aqil, putra sulungnya, menyandang disleksia. Perempuan dengan pendidikan dan karir cemerlang ini harus berlapang dada putranya divonis tak akan mampu meraih prestasi akademis. Aqil tidak hanya kesulitan dalam melafal kata dan merangkai kalimat, tapi juga membaca, menulis, dan berhitung.

Tak mau menyerah pada nasib, Amalia berusaha masuk ke dunia Aqil. Berbekal kesabaran, kemauan untuk mendengar dan memahami, Amalia menemukan dunia yang penuh warna, imajinasi, dan kegembiraan. Dunia yang mengubah secara total kehidupan pribadi dan keluarganya.

"Jika kehidupan adalah berkah, maka musibah sekalipun adalah anugerah."

Kutipan tersebut terus mengiang-ngiang di telinga saya selepas menamatkan Wonderful Life di aplikasi IJakarta. Wonderful Life adalah autobiografi CEO wanita pertama Indonesia yang harus jatuh di tengah masa kegemilangannya. Latar belakang keluarga ningrat Jawa dengan pendidikan yang tinggi dan berkecukupan materi ternyata tidak bisa membuat si anak bungsu dari lima bersaudara itu terhindar dari apa yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan; ujian hidup.

Perkenalkan, dia adalah Amalia Prabowo, seorang primadona saat SMA. Seorang wanita karier dengan beragam talenta. Figur yang begitu dihormati dalam dunia komunikasi yang saat memberikan ceramah, ratusan orang akan mendengarkannya.

Saya tidak tahu banyak sosok Amalia Prabowo sebelumnya tapi merasa pernah melihatnya beberapa kali di stasiun televisi entah dalam acara atau berita apa. Memutuskan untuk membaca autobiografi dari seseorang yang cukup asing membuat saya merasa jauh akan tetapi ketika setiap lembar-lembar Wonderful Life terbuka, begitu juga dengan pemikiran dan hati saya. Buku ini lebih dari sekadar menginspirasi. Buku ini mengajarkan banyak hal.

Wonderful Life tidak hanya bercerita tentang Amalia Prabowo, tapi juga perjalanan hidupnya sejak kecil hingga menjadi single parent untuk dua orang anak bernama Aqil dan Satria. Perjalanan hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat dari seorang putri keraton menjadi rakyat biasa. Apa analogi ini terdengar berlebihan? Hehe.

Kehidupan putri keraton Amalia Prabowo dimulai sejak kecil, keluarganya adalah ningrat yang bisa dibilang lebih dari sekadar berkecukupan. Selain dari sisi materi, perilakunya pun dijaga dengan baik. Ayahnya yang bekerja sebagai dokter membentuk kepribadian Amalia dan kakak-kakaknya dengan penuh disiplin, dan ini yang paling saya kagumi: mereka membiasakan diri untuk membaca koran hingga pembicaraannya masuk ke atas meja makan saat sarapan.

Didikan dan berbagai doktrin soal sikap disiplin, tanggung jawab, gemar membaca dan berbagai hal lainnya membentuk kepribadian Amalia Prabowo yang plan-do-review dan mengerjakan berbagai hal dengan penuh perhitungan. Itu pula yang membuatnya merasa kehidupan tak akan pernah jatuh dalam kesulitan.

"Dan aku sepakat dengan Bapak. Kendali kehidupanku sepenuhnya ada di tanganku. Bahagia atau sedih adalah pilihan sadarku. Tidak ada dalam kamus kehidupanku untuk terjatuh dalam kesulitan yang tak terduga."

Sayangnya, kebahagiaan-kebahagiaan itu membentuk secuil pongah di dalam hati Amalia terhadap Yang Maha Kuasa. Kehidupannya pun berubah seratus delapan puluh derajat sejak dirinya menduduki puncak tertinggi yakni menjadi CEO wanita pertama di Indonesia dalam bidang advertising multinasional.

Satu persatu prahara itu muncul.

Pernikahan pertamanya dengan seorang lelaki yang tak pernah disebutkan namanya di dalam buku ini gagal, mereka bercerai. Sebegitu nyerikah luka perpisahan itu hingga menyimpan namanya dalam catatan yang terancam abadi dan dibaca banyak orang ini pun enggan?

Tapi Amalia mampu bangkit, dia kembali menjadi Amalia yang dulu. Kariernya kembali dirintis, begitu juga dengan pernikahannya. Amalia hidup dalam istana dengan seorang lelaki bernama Syafiqurrachman dan memiliki dua orang anak bernama Aqil dan Satria.

“Kehadirannya menyadarkan diriku bahwa kehidupanku selama ini kering kerontang.”

Kehidupan mereka penuh dengan kebahagiaan, sebelum perempuan tangguh itu kembali dilemparkan ke dalam rencana-rencana Tuhan yang tak pernah ada di dalam jurnal-jurnal hariannya, tak pernah ada di dalam perhitungannya.

Amalia Probowo harus mau turun dari jabatannya.

Dipecat.

Pernikahannya kembali gagal.

Bercerai.

Prolog yang panjang sekali, ya?

Oke mungkin ini klimaksnya; anak sulung Amalia yang bernama Aqil mengidap disleksia, kesulitan membaca dan berhitung, sesuatu yang rasanya tidak mungkin lahir dari gen keluarga Amalia Prabowo yang ningrat dan cerdas.

"Amalia Prabowo, figur yang begitu dihormati........ kini harus menghadapi kenyataan memiliki anak yang kesulitan membaca dan berhitung."

Amalia Prabowo tidak terima, dia merasa Aqil hanya malas belajar dan pasti akan mengejar ketertinggalannya. Tapi Aqil tidak bisa, membaca dan berhitung bukan dunianya. Hubungan ibu-anak itu pun menjelma dua kutub yang berseberangan. Meski begitu, Amalia masih mengusahakan banyak hal di jalur mainstream untuk membuat Aqil berjalan di dalam koridor yang sama dengannya; tetap mempertahankan Aqil belajar di sekolah umum, mendorongnya giat belajar dan berkonsultasi dengan psikolog. Akan tetapi hasilnya tetap sama, begitu.

Hingga Amalia tersadar bahwa satu-satunya jalan untuk memecahkan semua masalah ini adalah berterima dan berusaha. Satu persatu cara pun dilakukan untuk mengasah potensi Aqil yang lain hingga mereka menemukan sebuah terapi menggambar, terapi yang akhirnya mengubah kehidupan Aqil dari nol hingga triliyunan angka.

“Umi, I’m happy.”dan adiknya menambahkan, “say love you umi dong, Mas Aqil!”

Saya beberapa kali menahan napas dan ingin menangis ketika membaca autobiografi ini. Berbeda dengan kehidupan di dalam novel yang dirancang oleh manusia, serumit apapun yang tertulis di dalam autobiografi memberikan efek hangover yang lebih kuat, sebab ini adalah catatan takdir Tuhan yang kembali digoreskan. Tak perlu menerka-nerka bagaimana rupa dan alur pemeran utamanya, semua hal yang dibutuhkan ada di depan mata.

Cessh!

Banyak kata-kata bijak yang bisa dibilang mutiara di dalam buku yang setengah isinya merupakan gambar karya Aqil—sesuatu yang membuat saya pada awalnya terganggu menjadi tertegun. Sungguh, karunia Tuhan tidak hanya berwujud kata-kata dan wicara, tapi juga pola dan rangka—dimulai dari petuah ayah Amalia sampai pada setiap narasi yang tertulis, menggugah sekali. Dua hal tersebut, perpaduan yang sangat inspiratif.


---

 Karena beberapa hal itulah, buku ini diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi Visinema Pictures dan Creative & Co. Filmnya sendiri disutradarai oleh Agus Makkie sementara naskahnya ditulis oleh Jenny Jusuf dan Amalia Prabowo. Tebak siapa aktris yang berperan sebagai tokoh utama? Atiqah Hasiholan! Dan yeah, produsernya sendiri adalah Rio Dewanto. Sementara itu, film berdurasi 1 jam 19 menit ini direncanakan akan mulai luncur di bioskop pada tanggal 13 Oktober 2016. October 13rd! My birthday, anyway! Uhuk!


Wow, fresh from the open! In case kamu tertarik, ini dia trailernya! Kalau saya sih tertarik untuk menonton versi filmnya. Semoga nanti ada kesempatan.


Jadi rasanya tidak berlebihan jika saya menyebut bahwa buku ini tidak hanya menginspirasi tapi juga memberikan banyak pelajaran. Buku ini membuat saya kenyang mendapatkan hidangan utama berupa motivasi dengan makanan pembuka dan penutup yang bergizi.

Well, buku ini sangat tepat untuk dibaca oleh kamu yang sedang mencari inspirasi dari kisah seorang tokoh tanpa merasa digurui dan membosankan.


Post a Comment